BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Siapa
menyangka bahwa obat antibakteri pertama di dunia ternyata berasal darisenyawa
yang mulanya digunakan sebagai zat pewarna? Pada tahun 1932, Gerhard
Domagk menemukan bahwa sebuah zat pewarna merah ternyata mampu melindungi
tikus dan kelinciterhadap dosis letal stafilokokus. Zat tersebut
adalah Prontosil yang merupakan turunan darisulfanilamid ( p- aminobenzenesulphonamide
) yang telah berhasil disintesis oleh seorang ahlikimia, Paul Gelmo pada 1908.
Royston M Roberts dalam bukunya Serendipity memasukkankisah penemuan sulfanamid
sebagai salah satu ketidaksengajaan dalam penemuan bidangsains.Diketahui
kemudian ternyata Prontosil dimetabolisme di dalam tubuh menjadisulfanilamid ( para-aminophenylsulfonamide
) , sebuah molekul yang lebih sederhana dan tak berwarna. Ternyata
molekul Prontosil terdiri dari dua bagian, triaminobenzen, yang memberiwarna
merah, dan p-aminobenzen sulfonamid, yang kemudian dikenal dengan
namasulfanilamid, yang merupakan komponen aktif yang memiliki efek
terapeutik.
Penggunaan
obat sulfa sangat pesat pada masa Perang Dunia kedua.Pada saat itu,setiap
prajurit Amerika dilengkapi kotak P3K yang berisi bubuk sulfa dan perban
untuk merawat luka. Mereka diajari untuk menaburkan bubuk sulfa segera pada
setiap luka terbukauntuk mencegah infeksi. Seperti diungkap Domagk pada pidato
Nobelnya, tentara Amerikakehilangan 8,25 % dari prajurit yang terluka hingga
meninggal dunia pada Perang Dunia pertama. Setelah sulfonamid digunakan
pada Perang Dunia kedua, hanya 4,5 % yangmeninggal akibat luka. Kisah sukses
sulfonamid antara lain dalam perannya melawan meningitis epidemica , hasil
penelitian menunjukkan bahwa 90 - 95% pasien yang menderita\ meningitis
epidemica dapat pulih dengan pemberian oral sulfonamid. Pada tentara
Amerika, jumlah kasus fatal prajurit yang menderita meningitis epidemica turun
dari 39,2 % padaPerang Dunia pertama menjadi 3% pada Perang Dunia kedua karena
peran sulfonamid.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan Sulfonamid
Sulfonamida
adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sistemik untuk pengobatan
dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Sulfonamida merupakan kelompok
obat penting pada penanganan infeksi saluran kemih (ISK). Penggunaan sulfonamide
kemudian terdesak oleh antibiuotik. Pertengahan tahun 1970 penemuankegunaan
sedian kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol meningkatkan
kembali penggunaan sulfonamide untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu Sulfonamid
merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar yangsama, yaitu
H2N-C6H4-SO2 NHR dan R adalah bermacam-macam substituen. Pada prinsipnya,
senyawa-senyawa ini digunakan untuk menghadapi berbagai infeksi.Namun, setelah
ditemukan zat-zat antibiotika, sejak tahun 1980an indikasi dan penggunaannya
semakin bekurang.
Meskipun
demikian, dari sudut sejarah, senyawa-senyawa ini penting karena merupakan
kelompok obat pertama yang digunakan secara efektif terhadap infeksi
bakteriSelain sebagai kemoterapeutika, senyawa-senyawa sulfonamide juga digunakan
sebagai diuretika dan antiodiabetika oral. Perkembangan sejarah, padatahun
1935, Domank telah menemukan bahwa suatu zat warna merah, brontosilrubrum,
bersifat bakterisidin vivo tetapi inektif in vitro . Ternyata zat ini
dalam tubuh dipecah menjadi sulfanilamide yang juga aktif in vitro. Berdasarkan
penemuan ini kemudian disintesa sulfapiridin yaitu obat pertama yang digunakan
secara sistemisuntuk pengobatan radang paru (1937).
Dalam
waktu singkat obat ini diganti oleh sulfathiazole (Cobazol) yang kurang
toksik (1939), disusul pula oleh sulfaniazine , sulfmetoksazole, dan
turunan-turunan lainnya yang lebih aman lagi. Setelah diintroduksi derivate-derivat
yang sukar resorbsinya dari usus (sulfaguanidin danlain-lain),
akhirnya disintesa sulfa dengan efek panjang, antara lain sulfa dimetoksil (Madribon),
sulfametoksipiridazine (Laderkyn), dan sulfalen Sulfonamida bersifat amfoter,
artinya dapat membentuk garam dengan asam maupun dengan basa. Daya larutnya
dalam air sangat kecil garam alkalinya lebih baik, walaupun larutan ini
tidak stabil karena mudah terurai
Sulfonamide
berbentuk Kristal putih yang umumnya sukar larut dalam air,tetapi garam
natriumnya mudah larut rumus dasarya adalah :
Berbagai
variasi radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan substitusi gugus amino (NH2)
menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan daya anti bakteri sulfonamid Sulfonamid
mempunyai spectrum antibakteri yang luas, meskipun kurangkuat dibandingkan
dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten semakin meningkat. Golongan
obat ini umumnya hanya bersifat bakteriostatik, namun padakadar yang tinggi
dalam urin, sulfonamide dapat bersifat bakterisid
2.1.2 Mekanisme
Aksi
Struktur
dari Sulfonamid mirip dengan p-aminobenzoic acid (PABA) yang merupakan prekursor
DHF. Mekanisme kerja dari sulfonamide adalah sebagai substrat palsu dimana
sulfonamide berkompetisi dengan PABA pada sintesisDHF . Karenanya
efeknya berupa bakteriostatik yang menghambat pertumbuhan dan replikasi
bakteri. Bakteri memerlukan PABA (p-aminobenzoicacid) untuk membentuk asamfolat
yang digunakan untuk sitesis purin dan asam-asam nukleat. Sulfonamide merupakan
penghambat kompetitif PABA Sulfonamide, berkompetisi dengan PABA Dihidropteroat
sintetase Asam dihidrofolat Trimetropim Dihidrofolat reduktase Asam tetrahidrofolat
Purin DNA
Mekanisme
kerjanya berdasarkan sintesis dihidro folat dalam bakteri dengan cara
antagonisme saingan dengan PABA. Banyak jenis bakteri membutuhkan asam folat
untuk membangun asam-asam intinya DNA dan RNA. Asam folat ini dibentuknya
sendiri dari bahan pangkal PABA (para-aminobenzoicacid) yangterdapat
dimana-mana dalam tubuh manusia. Rumus PABA menyerupai rumus
dasar sulfonamide. Bakteri keliru menggunakan sulfa sebagai bahan untuk
mensintesaasam folatnya, sehingga DNA / RNA tidak terbentuk lagi sehingga
pertumbuhan bakteri terhenti.Sel-sel mamalia tidak dipengaruhi oleh
sulfonamide karena mamalia dan beberapa bakteri tidak membuatasam folat
sendiri, tetapi menerimanya dalam bentuk jadi yaitu dalam bentuk makanan,
sehingga tidak mengalami gangguan pada metabolismenya. Dalam nanahterdapat
banyak PABA, sehingga efek sulfonamide dihambat oleh adanya nanah
dan jaringan nekrotik, karena kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang
dalam mediayang mengandung basa purin dan timidin.
2.1.3 Hubungan
Strukrur dan Aktivitas
Sulfonamida
adalah senyawa organik yang mengandung SO dan NH sulfonamidemerupakan analog
structural asam para amino benzeneacid yang sangat pentinguntuk sintesis
asam folat pada bakteri
a)
Guguss amino primer
aromatis (NH2) sangat
penting untuk aktvitas, jika gugus ini tersubstitusi maka sulfonamid
tidak aktif.
b)
Cincin benzene di ganti
senyawa tidak aktif
c)
Substitusi pada cincin
Benzene menurunkan aktif SO2-C6H4-(P) NH2
d)
tetap
aktif CONH-C6H4-(p)NH2 atau CO-C6H4-(p)NH2 aktivitas turun
2.1.4 Sulfonamid
Sebagai Produk Tunggal dan Kombinasi
Sulfonamide
bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim
dihidropteroate sintetase (DHPS). Dengan dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan
tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri.
Tetrahidrofolat
merupakan bentuk aktif asam folat, di mana fungsinya adalah untuk berbagai
peran biologis di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan selserta sintesis
DNA dan protein.Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria
meningitis.
2.1.5 Kombinasi
Dengan Trimetropim
Senyawa
yang memperlihatkan efek sinergistik paling kuat bila digunakan besama
sulfonamide ialah trimetropim. Senyawa ini merupakan senyawa penghambat
enzim dihidrofolat reduktase yang kuat dan selektif. Enzim ini berfungsi mereduksi
asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat, jadi pemberian sulfonamid
bersama trimetropim menyebabkan hambatan berangkai dalam
reaksi pembentukan asam tetrahidrofolat Kontrimoksazole adalah suatu kombinasi
dari sulfonametoksazol + trimetoprim dalam perbandingan 5:1 (400 : 80 mg). yang
terakhir adalah suatu obat malaria dengan spectrum kerja antibakteri yang mirip
sulfa dan efektif terhadap sebagian besar kuman Gram-positif dan Gram-negatif.
Walaupun kedua komponen masing-masing hanya bersifat bakteriostatik,
kombinasinya berkhasiat bakterisid terhadap bakteri yang sama juga terhadap Salmonella
,proteus, dan H. influenza.
Pada
umumnya kombinasi dari sulfonamide + trometoprim memperkuat
khasiatnya (potensial) serta menurunkan resiko resistensi dengan kuat. Kombinasi
trimertoprim dan sulfa lain dengan sifat-sifat dan penggunaan sama dengan
kontrimoksazole adalah
1.
Supristol =
sulfamoxol 200 mg + trimetoprim 40 mg
2.
Kelfprim = sulfalen 200
mg + trimetoprim 250 mg
3.
Lidatrim = sulfametrol 400
mg + trimetoprim 80 mg
Mekanisme
kerjanya berdasarkan teori sequential blockade dari Hitchings (1966), yakni
bila dua obat bekerja terhadap dua titik berturut-turut dari suatu
prosesenzim bakteri, maka efeknya adalah potensial. Keuntungan penting lain darikombinasi
ini adalah timbulnya resistensi lebih lambat dari pada
komponen-komponennya sendiri. Hal ini adalah jelas, karena bakteri yang menjadi
resistenuntuk salah satu komponen masih dapat dimusnahkan oleh yang lain.
2.1.6 Pemakaian
1.
Kemoterapeutikum :
Sulfadiazin, Sulfathiazol
2.
Antidiabetikum :
Nadisa, Restinon.
3.
Desibfektan saluran air
kencing : Thidiour
4.
Diuretikum : Diamox
2.1.7 Sifat – sifat
1.
Bersifat ampoter,
karena itu sukar di pindahkan dengan acara pengocokan yang digunakan dalam
analisa organik.
2.
Mudah larut dalam
aseton, kecuali Sulfasuksidin, Ftalazol dan Elkosin
2.1.8 Kelarutan
1.
Umumnya tidak melarut
dalam air, tapi adakalanya akan larut dalam air anas. Elkosin biasanya larut
dalam air panas dan dingin.
2.
Tidak larut dalam eter,
kloroform, petroleum eter.
3.
Larut baik dalam
aseton.
4.
Sulfa – sulfa yang
mempunyai gugus amin aromatik tidak bebas akan mudah larut dalam HCl encer.
Irgamid dan Irgafon tidak lariut dalam HCl encer.
5.
Sulfa – sulfa dengan
gugusan aromatik sekunder sukar larut dalam HCl, misalnya septazin,
soluseptazin, sulfasuksidin larut dalam HCl, akan tetapi larut dalam NaOH.
6.
Sulfa dengan gugusan
–SO2NHR akan terhidrolisis bila dimasak dengan asam kuat HCl atau HNO3.
Sulfanamida
adalah anti mikroba yang digunakan secara sistemis maupun topikal untuk
beberapa penyakit infeksi. Sebelum ditemukan antibiotik, sulfa merupakan
kemoterapi yang utama, tetapi kemudian penggunaannya terdesak oleh antibiotik.
Pertengahan tahun 1970 penemuan preparat kombinasi trimetoprim dan
sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan sulfonamida. Selain sebagai
kemoterapi derivat sulfonamida juga berguna sebagai diuretik dan anti diabetik
oral (ADO). Sulfa bersifat
bakteriostatik luas terhadap banyak bakteri gram positif dan negatif. Mekanisme
kerjanya berdasarkan antagonisme saingan antara PABA (Para Amino Benzoic Acid)
yang rumus dasarnya mirip dengan rumus dasar sulfa : H2N – C6H4 – COOH
2.1.9 Mekanisme Kerja
Kuman
memerlukan PABA (p-aminobenzoic acid) untuk membentuk asam folat yang di
gunakan untuk sintesis purin dan asam nukleat. Sulfonamid merupakan penghambat
kompetitif PABA. Efek antibakteri sulfonamide di hambat oleh adanya darah,
nanah dan jaringan nekrotik, karena kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang
dalam media yang mengandung basa purin dan timidin.
Sel-sel
mamalia tidak dipengaruhi oleh sulfanamid karena menggunakan folat jadi yang
terdapat dalam makanan (tidak mensintesis sendiri senyawa tersebut). Dalam
proses sintesis asam folat, bila PABA di gantikan oleh sulfonamide, maka akan
terbentuk analog asam folat yang tidak fungsional.
2.1.10 Farmakokinetik
A. Absorpsi
Absorpsi
melalui saluran cerna mudah dan cepat, kecuali beberapa macam sulfonamide yang
khusus digunakan untuk infeksi local pada usus. Kira-kira 70-100% dosis oral
sulfonamide di absorpsi melalui saluran cerna dan dapat di temukan dalam urin
30 menit setelah pemberian. Absorpsi terutama terjadi pada usus halus, tetapi
beberapa jenis sulfa dapat di absorpsi melalui lambung.
B. Distribusi
Semua
sulfonamide terikat pada protein plasma terutama albumin dalam derajat yang
berbeda-beda. Obat ini tersebar ke seluruh jaringan tubuh, karenaitu berguna
untuk infeksi sistemik. Dalam cairan tubuh kadar obat bentuk bebas mencapai
50-80 % kadar dalam darah.
C. Metabolisme
Dalam
tubuh, sulfa mengalami asetilasi dan oksidasi. Hasil inilah yang sering
menyebabkan reaksi toksik sistemik berupa lesi pada kulit dan gejala
hipersensitivitas, sedangkan hasil asetilasi menyebabkan hilangnya aktivitas
obat.
D. Ekskresi
Hampir
semua di ekskresi melalui ginjal, baik dalam bentuk asetil maupun bentuk bebas.
Masa paruh sulfonamide tergantung pada keadaan fungsi ginjal. Sebagian kecil
diekskresikan melalui tinja, empedu, dan air susu ibu.
2.1.11 Klasifikasi Sediaan
Berdasarkan
kecepatan absorpsi dan eksresinya, sulfonamide dibagi menjadi:
1. Sulfonamid
dengan absorpsi dan eksresi cepat, antara lain : sulfadiazine dan
sulfisoksazol.
2. Sulfonamid
yang hanya diabsorpsi sedikit bila diberikan per oral dank arena itu kerjanya
dalam lumen usus, antara lain : ftalilsulfatiazol dan sulfasalazin.
3. Sulfonamid
yang terutama digunakan untuk pemberian topical antara lain : sulfasetamid,
mefenid, dan Ag-sulfadiazin.
4. Sulfonamid
dengan masa kerja panjang, seperti sulfadoksin, absorpsinya cepat dan
eksresinya lambat.
2.1.12 Efek samping
Efek samping sering timbul (sekitar 5%) pada pasien yang mendapat
sulfonamide. Reaksi ini dapat hebat dan kadang-kadang bersifat fatal. Efek
samping yang terpenting adalah kerusakan pada sel-sel darah yang berupa
agranulositosis, anemia aplastis dan hemolitik. Efek samping yang lain ialah
reaksi alergi, gangguan system hematopoetik, dan gangguan pada saluran kemih
dengan terjadinya kristal uria yaitu menghablurnya sulfa di dalam tubuli
ginjal.
2.1.13 Interaksi obat
Sulfonamid
dapat berinteraksi dengan antikoagulan oral, anti diabetik sulfonylurea dan
fenitoin. Penggunaan sulfonamide sebagai obat pilihan pertama dan untuk
pengobatan penyakit infeksi tertentu makin terdesak oleh perkembangan obat
antimikroba lain yang lebih efektif serta meningkatkan jumlah mikroba yang
resisten terhadap sulfa. Namun peranannya meningkat kembali dengan di
temukannya kotrimoksazol. Penggunaan
topical tidak dianjurkan karena kurang / tidak efektif, sedangkan risiko
terjaadinya reaksi sensitisasi tinggi, kecuali pemakaian local daro
Na-sulfasetamid pada infeksi mata.
2.1.14 Disinfektan Saluran Kemih
Desinfektan
saluran kemih atau yang biasa di sebut Infeksi saluran kemih (ISK) hampir
selalu diakibatkan oleh bakteri aerob dari flora usus. Penyebab infeksi bagian
bawah atau cystitis ( radang kandung) adalah pertama kuman gram negative. Pada
umumnya, seseorang dianggap menderita ISK bila terdapat lebih dari 100.000
kuman dalam 1 ml urine.
Antara
usia lebih kurang 15 dan 60 tahun jauh lebih banyak wanita dari pada pria
menderita ISK bagian bawah, dengan perbandingan Ca dua kali sekitar pubertas
dan lebih dari 10 kali pada usia 60 tahun. Pada wanita, uretranya hanya pendek
(2 -3 cm), sehingga kandung kemih mudah dicapai oleh kuman – kuman dari dubur
melalui perineum, khususnya pada basil- basil E.coli. Pada pria disamping
uretranya lebih panjang (15-18 cm), cairan prostatnya juga memiliki sifat –
sifat bakterisid sehingga menjadi pelindung terhadap infeksi oleh kuman-kuman
patogen.
Sebagai
kemoterapuetikum dalam resep, biasanya sulfa dikombinasikan dengan natrium
bikarbonat atau natrium sitras untuk mendapatkan suasana alkalis, karena jika
tidak dalam suasana alkalis maka sulfa-sulfa akan menghablur dalam saluran air
kecing, hal ini akan menimbulkan iritasi yang cukup mengerikan. Tapi tidak
semua sulfa dikombinasikan dengan natrium bikarbonat atau natrium sitrat.
Misalnya Trisulfa dan Elkosin. Hal ini karena pH-nya sudah alkalis, maka
kristal urea dapat dihindari. Sulfonamida berupa kristal putih yang umumnya
sukar larut dalam air, tetapi garam natriumnya mudah larut. Rumus dasarnya
adalah sulfanilamide. Berbagai variasi radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan
substitusi gugus amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan daya
antibaktreri sulfonamida.
Berbagai
obat antimikroba tidak dapat digunakan untuk mengobati infeksi sistemik yang
berasal dari saluran kemih karena bioavailabilitasnya dalam plasma tidak
mencukupi. Untuk infeksi akut saluran kemih disertai tanda-tanda sistemik
seperti demam, menggigil, hipotensi dan lain-lain, obat antiseptic saluran
kemih tidak dapat digunakan karena pada keadaan tersebut diperlukan obat dengan
kadar efektif dalam plasma. Sementara menunggu hasil laboratorium, dapt
diberikan obat golongan aminoglikosid misalnya gentamisin, atau sulfonamide,
kotrimoksazol, ampisilin, sefalosporin, fluorokuinolon. Dengan pemberikan
selama 5-10 hari, biasanya infeksi akut dapat diredakan dan selanjutnya
diberikan antiseptic saluran kemih sebagai pengobatan profilaksis atau
supresif.
2.1.15 Preventif Infeksi Saluran Kemih
Agar terhindar dari penyakit infeksi saluran kemih, dapat dilakukan
hal-hal berikut:
1.
Menjaga dengan baik
kebersihan sekitar organ intim dan saluran kemih.
2.
Bagi perempuan,
membersihkan organ intim dengan sabun khusus yang memiliki pH balanced
(seimbang) sebab membersihkan dengan air saja tidak cukup bersih.
3.
Pilih toilet umum
dengan toilet jongkok. Sebab toilet jongkok tidak menyentuh langsung permukaan
toilet dan lebih higienis. Jika terpaksa menggunakan toilet duduk, sebelum
menggunakannya sebaiknya bersihkan dahulu pinggiran atau dudukan toilet.
Toilet-toilet umum yang baik biasanya sudah menyediakan tisu dan cairan
pembersih dudukan toilet.
4.
Jangan membersihkan
organ intim di toilet umum dari air yang ditampung di bak mandi atau ember.
Pakailah shower atau keran.
5.
Gunakan pakaian dalam
dari bahan katun yang menyerap keringat agar tidak lembab.
2.1.16 Sulfonamid
yang hanya diabsorsi sedikit oleh saluran cerna
a)
Sulfasalazin
Obat
ini digunakan untuk pengobatan kolitis ulseratif dan enteritis regional dan
remotoid artritis. Sulfasalazin dalam usus diuraikan menjadi sulfapiridin yang
diabsorpsi dan ekskresi melalui urin,dan 5-aminosalisilat yang mempunyai efek
antiinflamasi. Reaksi toksik yang terjadi antara lain Heinz body anemia,
hemolisis akut pada pasien defisiensi G6PD , dan agranulositosis. Mual,demam
dan artralgia serta ruam kulit terjadi pada 20 % pasien dan desensitisasi dapat
mengurangi angka kejadian. Dosis awal ialah 0,5 g sehari yang ditingkatkan
sampai 2-6 g sehari. Sulfasalazin tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan
bentuk suspense 50 mg/ml.
b)
Suksinilsulfatiazol
Dan Ftalilsulfatiazol
Dalam
kolon,kedua sulfa ini dihidrolisis oleh bakteri usus menjadi sulfatiazol yang
berkhasiat antibakteri dan hampir tidak diabsorpsi oleh usus.Kedua obat ini
tidak lagi dianjurkan penggunaannya karena tebukti tidak efektif untuk
enteritis.
2.1.17 Sulfonamid
untuk Penggunaan Topikal
a)
Sulfasetamid
Natrium
sulfasetamid digunakan secara topical untuk infeksi mata.Kadar tinggi dalam larutan
30% tidak mengiritasi jaringan mata,karena pHnya netral (7,4),dan bersifat
bakterisid.Obat ini dapat menembus kedalam cairan dan jaringan mata mencapai
kadar yang tinggi sehingga sangat baik untuk kongjungtivitis akut maupun
kronik. Meskipun jarang menimbulkan reaksi sentisitisasi,obat ini tidak boleh
di berikan pada pasien yang hipersensitif terhadap sulfonamid.
Obat ini
tersedia dalam bentuk salep mata 10% atau tetes mata 30%.Pada infeksi kronik
diberikan 1-2 tetes setiap 2 jam untuk infeksi yang berat atau 3-4 kali sehari
untuk penyakit kronik.
b)
Ag-Sulfadiazin
(Sulfadiazin-Perak)
In
vitro obat ini menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur termasuk spesies yang
telah resisten terhadap sulfonamid. Ag-sulfadiazin digunakan untuk mengurangi
jumlah koloni mikroba dan mencegah infeksi luka bakar. Obat ini tidak
dianjurkan untuk pengobatan luka yang besar dan dalam.Ag dilepaskan secara
perlahan sampai mencapai kadar toksik yang selektif untuk mikroba.Namun mikroba
dapat menjadi resistin terhadap obat ini.Ag hanya sedikit diserap tetapi
sulfadiazin dapa mancapai kadar terapi bila permukaan yang diolesi cukup
luas.Walaupun jarang terjadi,efek samping dapat timbul dalam bentuk rasa
terbakar,gatal dan erupsi kulit.Ag-sulfadiazin merupakan obat pilihan untuk pencegahan
infeksi pada luka bakar.Obat ini tersedia dalam bentuk krim (10 mg/g) yang
diberikan 1-2 kali sehari.
c)
Mafenid
Mafenid
(Mafenid Asetat) mengandung alfa-amino-p-toluen sulfonamide,digunakan secara
topikal dalam bentuk krim (85 mg/g) untuk mengurangi jumlah koloni bakteri dan
mencegah infeksi luka bakar oleh mikroba gram positif dan gram negatif.Obat ini
tidak dianjurkan untuk pengobatan luka infeksi yang dalam.Kadang-kadang dapat
terjadi superinfeksi oleh kandida.Pemberian kim 1-2 kali sehari dengan ketebalan
1-2 mm pada permukaan luka bakar.Sebelum pemberian obat,luka harus di
bersihkan.Pengobatan di anjurkan sampai dilakukan pencangkokan kulit.
Mafenid
cepat diabsorbsi melalui permukaan luka bakar,kadar puncak tercapai daalm 2-4
jam setelah pemberian.Efek samping berupa nyeri pada tempat pemberian,reaksi
alergi dan kekeringan jaringan karena luka tidak dibalut dan metabolit obat
menghambat enzim karbonat anhidrase.Urin dapat menjadi alkalis dan dapat
terjadi asidosis metabolik yang berakibat sesak nafas dan hiperventilasi.
2.1.18 Sulfonamid
Dengan Masa Kerja Panjang
A)
Sulfadoksin
Sulfadoksin
adalah sulfonamid dengan masa kerja 7-9 hari.Obat ini digunakan dalam bentuk
kombinasi tetap dengan pirimetamin (500 mg sulfadoksin dan 25 mg pirimetamin) untuk
pencegahan dan pengobatan malaria akibat P.falciparum yang resisten
terhadap klorokuin. Namun karena efek samping hebat seperti gejala
Steven-Johnson yang kadang-kadang sampai menimbulkan kematian, obat hanya
digunakan untuk pencegahan bila risiko resistensi malaria cukup tinggi.
Kombinasi ini juga digunakan untuk pencegahan pneumonia (Pneumocystis
carinii syndrome) pada pasien AIDS ( acquired immuno deficiency
syndrome ), meskipun penggunaannya belum luas dan efek sampingnya mungkin
hebat.
2.1.19 Efek
Samping
Efek
samping sering timbul (sekitar 5%) pada pasien yang mendapat sulfonamide.
Reaksi ini dapat hebat dan kadang-kadang bersifat fatal. Karena itu
pemakaiannya harus hati-hati. Bila mulai terlihat adanya gejala reaksi toksik
atau sensitisasi, pemakaiannya secepat mungkin dihentikan. Mereka yang pernah
menunjukan reaksi tersebut,untuk seterusnya tidak boleh diberi sulfonamid.
2.1.20 Gangguan
Sistem Hematopoetik
Anemia
hemolitik akut dapat disebabkan oleh reaksi alergi atau karena defisiensi
aktivitas G6PD.Sulfadiazin jarang menimbulkan reaksi ini (0,05
%).Agranulositosis terjdi pada sekitar 0,1 % pasien yang mendapatkan
sulfadiazine.Kebanyakan pasien sembuh kembali dalam beberapa minggu atau bulan
setelah pemberiann sulfonamid dihentikan. Anemia aplastik, sangat jarang
terjadi dan dapat bersifat fatal.Hal ini diduga berdasarkan efek mielotoksik
langsung.
Trombositopenia
berat,jarang terjadi pada pemakain sulfonamid. Trombositopenia ringan selintas
lebih sering terjadi.Mekanisme terjadinya tidak diketahui. Eosinifilia,dapat
terjadi dan bersifat reversibel.Kadang-kadang disertai dengan gejala
hipersensivitas terhadap sulfonamid. Pada pasien dengan gangguan sumsum tulang
pasien AIDS atau yang mendapat kemoterapi dengan mielosupreasan sering
menimbulkan hambatan sumsum tulang yang bersifat reversibel.
2.1.21 Gangguan
Saluran Kemih
Pemakaian
sistemik dapat meimbulkan komplikasi pada saluran kemih,meskipun sekarang
jarang terjadi karena telah banyak ditemukan sulfa yang lebih mudah larut
seperti sulfisoksazol.Penyebab utama ialah pembentukan dan penumpukan kristal
dalam ginjal, kaliks, pelvis, ureter atau kandug kemih, yang menyebabkan
iritasi dan obstruksi. Anuria dan kematian dapat terjadi tanpa kristaluria atau
hematuria; pada otopsi ditemukan nekrosis tubular dan angiitis nerkotikans.
Bahaya
kristaluria dapat dikurangi dengan membasakan (alkalinisasi)urin atau minum air
yang banyak sehingga produksi urin mencapai 1000-1500 ml sehari. Kombinasi
beberapa jenis sulfa dapat pula mengurangi terjadinya kristaluria seperti telah
diterangkan diatas. presipitasi sulfadiazin atau sulfamerazin tidak akan
terjadi pada pH urin 7,15 atau lebih.
2.1.22 Reaksi
Alergi
Gambaran
hipersensitivitas pada kulit dan mukosa bervariasi, berupa kelainan
morbiliform, skarlantitform , urtikariform, erispeloid, pemifigoid, purpura,
petekia, juga timbul eritema nodosum,eritema multiformis tipe
Stevens-Johnson,sindrom Behcet,dermatitis eksfoliativ dan
fotosensitivitas.Kontak dermatitis sekarang jarang terjadi. Gejala umumnya
timbul setelah minggu pertama pengobatan tetapi mungkin lebih dini pada pasien
yang telah tersensitisasi. Kekerapan terjadinya reaksi kulit 1,5% dengan
sulfadiazin dan 2% dengan sulfisoksazol.Suatu sindrom yang menyerupai penyakit
serum (serum sickness)dapat terjadi beberapa hari setelah pengobatan dengan
sulfonamide. Hipersensitivitas sistemik divus kadang-kadang pula terjadi.
Sensitivitas hilang dapat terjadi antara bermacam-macam sulfa.
Demam
obat terjadi pada pemakaian sulfonamid dan mungkin juga disebabkan oleh
sentsitisasi ; terjada pada 3% kasus yang mendapat sulfitoksazol. Timbulnya
demam tiba-tiba padahari ke tujuh sampai pada ke sepuluh pengobatan, dan dapat
disertai sakit kepala, menggigil, rasa lemah, pruritus, dan erupsi kulit, yang
semuanya bersifat refersibel. Demam obat ini perlu dibedakan dari demam yang
menandai reaksi toksik berat misalnya agranulositosis dan anemia hemolitik
akut.
Hepatitis
yang terjadi pada 0,1 % pasien dapat merupakan efak tiksik atau akibat
sensitisasi. Tanda-tanda seperti sakit kepala, mual, muntah, demam,
hepatomegali, ikterus, dan gangguan sel hati tampak 3-5 hari setalah
pangobatan, dapat berlanjut menjadi atrofi kuning akut dan kematian. Kerusakan
pada hepar dapat memburuk walaupun obat dihentikan.
2.1.23 Contoh-contoh
sulfonamida antara lain:
1.
Sulfacetamida
(N-[(4-aminofenil)sulfonil]-asetamida);
2.
Sulfadiazin
3.
Sulfadimetoksin
(4-amino-N-(2,6-dimetoksi-4-pirimidinil)benzenesulfonamida)
4.
Sulfadimidin ( =sulfametazin:
4-amino-N-(4,6-dimetil-2-pirimidinil)benzenesulfonamida);
5.
Sulfaguanidin(4-amino-N-(aminoiminometil)benzenesulfonamide);
6.
Sulfametizol
(4-amino-N-(5-metil-1,3,4-tiadiazol-2-il)benzenesulphonamide);
7.
Sulfametoksazol
(4-amino-N-(5-metil-3-isoxazolil)benzenesulfonamida);
8.
sulfatiazol(4-amino-N-2-tiazolilbenzenesulfonamida);
dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Sulfonamida adalah
kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sistemik untuk pengobatan dan
pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Sulfonamida merupakan kelompok obat
penting pada penanganan infeksi saluran kemih (ISK).
2.
Klasifikasi Sediaan
sulfonamide. Berdasarkan kecepatan absorpsi dan eksresinya, sulfonamide dibagi
menjadi:
a) Sulfonamid
dengan absorpsi dan eksresi cepat, antara lain : sulfadiazine dan sulfisoksazol
b) Sulfonamid
yang hanya diabsorpsi sedikit bila diberikan per oral dank arena itu kerjanya
dalam lumen usus, antara lain : ftalilsulfatiazol dan sulfasalazin.
c) Sulfonamid
yang terutama digunakan untuk pemberian topical antara lain : sulfasetamid, mefenid,
dan Ag-sulfadiazin.
d) Sulfonamid
dengan masa kerja panjang, seperti sulfadoksin, absorpsinya cepat dan
eksresinya lambat.
3.
Efek samping yang
terjadi kerusakan pada sel-sel darah yang berupa agranulositosis, anemia
aplastis dan hemolitik. Efek samping yang lain ialah reaksi alergi, gangguan
system hematopoetik, dan gangguan pada saluran kemih.
4.
Desinfektan saluran
kemih atau yang biasa di sebut Infeksi saluran kemih (ISK) hampir selalu
diakibatkan oleh bakteri aerob dari flora usus. Penyebab infeksi bagian bawah
atau cystitis ( radang kandung) adalah pertama kuman gram negative.
DAFTAR PUSTAKA
American Medical
Association. Drug Evaluations Annual 1995. P. 1689.
Chambers HF. Antimycobacterial drugs. In: Katzung
BG, ed. Basic & Clinical Pharmacology. 9thed.Singapore:
McGraw-Hill;2004.p.782-791.
Petri WA. Jr. Chemotherapy of
tuberculosis, Mycobacterium avium complex disease, and leprosy. In:
Brunton LL, Lazo JS, Parker KL, eds. Goodman & Gilman’s the Pharmacological
Basis of Therapeutics. 11th ed. New York; McGraw-Hill;2006.p.1203-23.
WHO/CDC/TB/2003,313. Treatment of tuberculosis;
guidelines for national programmes, 3th edition. Revision approved by STAG,
June 2004.
Ganiswara. 1995. “ Farmakologi dan Terapi”. Bagian
Farmakologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta.
Setiabudy, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terapi
Edisi 5. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta.
Ummu dzakwan FARMASI. Dalam blog ummu dzakwan FARMASI
dengan judul KEMOTERAPEUTIKA. diakses pada 3 juli 2014
0 komentar:
Posting Komentar